Siapa tidak kenal ungkapan paling populer ini? Simak bagaimana penerapannya secara positif bagi pengembangan diri. 
Jika Anda pernah berurusan dengan birokrasi swasta maupun pemerintah  di Republik ini, Anda pasti tidak asing dengan ungkapan i atas. Itulah  ungkapan yang menggambarkan buruknya sikap mental para birokrat yang  seharusnya punya kredo melayani publik, namun sebaliknya justru mereka  yang akhirnya harus dilayani publik. Tak heran jika kita mengurus  perizinan atau proses tertentu, maka dengan segala kelihaiannya para  birokrat itu akan mempersulitnya. Akibatnya urusan jadi bertele-tele dan  benar-benar menyita waktu. Jika kita takluk, maka mau tidak mau harus  merelakan sejumlah uang untuk mempercepat urusan tersebut. Kebiasaan ini  pula yang melestarikan mental korupsi di masyarakat kita. Jadi,  ungkapan kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah benar-benar menjadi  penyakit mental yang luar biasa mengesalkan dan merugikan. 
Kalau demikian adanya, bagaimana mungkin ungkapan tentang penyakit  mental itu bisa diaplikasikan secara positif? Bukankah jika semakin  banyak orang melakukannya, maka akan semakin runyam pula situasi yang  kita hadapi?
Mari sejenak membayangkan, misalnya saja Anda yang cenderung mudah  sekali kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, segala hal yang Anda  lakukan jadi buruk hasilnya. Nah, seandainya saja ada formula yang  membuat Anda bisa ‘mempersulit’ munculnya rasa kurang percaya diri  tersebut, kira-kira akankah pekerjaan yang Anda lakukan bisa memberi  hasil lebih baik? Kemungkinan besar kinerja Anda akan lebih bagus  hasilnya jika Anda bisa melakukannya dengan penuh percaya diri. Jadi  titik perhatiannya adalah mempersulit munculnya rasa kurang percaya  diri.
Ya, sesederhana itulah prinsipnya. Persulit munculnya hal-hal atau  kebiasaan negatif. Dengan strategi itu, kemungkinan Anda bisa lebih  matang dan efektif sebagai pribadi. Nah, hal atau kebiasaan negatif apa  saja yang harus dipersulit atau tidak boleh dipermudah kemunculannya?  Berikut uraian ringkasnya:
1. Negative Thinking
Pola pikir negatif adalah pola pikir yang dipenuhi oleh sikap apriori,  prasangka, ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kesangsian yang umumnya  tanpa nalar maupun tanpa dasar sama sekali. Umumnya pola pikir negatif  adalah cara-cara memandang suatu persoalan dengan mengabaikan  rasionalitas, logika, fakta, atau informasi yang relevan. Sungguh pun  begitu, rasionalitas pun bisa terjerumus dalam kerangka berpikir  negatif. Artinya, seseorang bisa memanfaatkan rasionalitasnya untuk  memandang secara negatif. Ini justru lebih berbahaya lagi karena  negativisme ini justru banyak muncul di kalangan terdidik yang belum  tercerahkan dan matang sikap mentalnya. Dampak buruk dari mudahnya kita  berpikir negatif adalah sulitnya kita menerima pendapat orang lain,  sulit menerima hal baru, sulit bersosialisasi, dan sering muncul sebagai  pribadi yang kurang menarik
untuk diajak kerjasama. Jika Anda merasa mudah berpikir negatif, maka persulitlah kemunculannya.
2. Rasa Malas 
Rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan  sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Rasa malas  menggambarkan hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan  atau apa yang sesungguhnya dia inginkan. Masuk dalam keluarga besar rasa  malas adalah rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari  kewajiban, menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, dll. Jika  keluarga besar dari rasa malas ini mudah sekali muncul dalam aktivitas  sehari-hari kita, maka dijamin kinerja kita akan jauh menurun. Bahkan  bisa jadi kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih baik  sebagaimana yang kita inginkan. Sekalipun seseorang memiliki cita-cita  atau impian yang besar, jika kemalasannya mudah muncul, maka cita-cita  atau impian besar itu akan tetap tinggal di alam impian. Jadi, jika Anda  ingin maju, persulit kemunculan kemalasan itu.
3. Kemarahan
Kemarahan adalah tumpahan perasaan atau luapan emosi yang biasanya  diikuti dengan egoisme, perasaan jengkel, benci, gusar, kecewa, dan  menyalahkan pihak lain. Sejalan dengan rasa marah ini, maka seseorang  yang mengalaminya akan mudah sekali kehilangan akal sehat dan kontrol  diri. Seorang berkepribadian reaktif, impulsif, dan berpola pikir  negatif akan cenderung mudah kehilangan kendali atas perasaannya.  Akibatnya bila bentuk perasaan itu adalah kemarahan, maka yang  bersangkutan bisa nampak seperti orang yang kehilangan kepribadian.
Kemarahan selalu berdampak negatif bagi siapa pun di sekitar orang  itu. Apalagi jika perwujudannya mengarah ke pelampiasan secara fisik.  Bad temper bisa menjadi penyakit kejiwaan yang kronis dan berbhaya.  Dampak negatif dari mudahnya rasa marah muncul ke permukaan adalah  buruknya relasi orang bersangkutan. Beberapa orang dengan kematangan  pribadinya mampu mengelola rasa marah secara positif. Namun kebanyakan  orang sulit mengendalikan rasa marahnya. Oleh sebab itu, jika ingin  sukses dalam relasi pribadi dan sosial, persulitlah munculnya rasa marah  berlebihan.
4. Kecerobohan
Kecerobohan sma artinya dengan kekurangwaspadaan atau kelalaian.  Kecerobohan adalah simbol ketidakmatangan pribadi. Ini merupakan sikap  atau perilaku yang berbahaya sekali. Terutama jika seseorang berada di  titik-titik kritis dan sangat menentukan dalam perjalanan hidupnya, dan  pada saat yang sama dirinya harus mengambil keputusan atau menentukan  pilihan. Kecerobohan mudah muncul jika seseorang malas belajar dari  pengalaman, enggan mendengar nasihat orang yang kompeten, dan mudah  muncul pula karena seseorang memiliki perasaan sombong atau egoisme.  Pribadi yang efektif akan berusaha semaksimal mungkin menghindari sikap  lalai atau ceroboh. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan  kebiasaan menimbang atau memperhitungkan segala aspek dengan cermat,  teliti, fokus, dan terkonsentrasi. Jika ingin memperkecil kegagalan atau  penyesalan, maka persulitlah munculnya sikap ceroboh.
5. Rasa Takut
Rasa takut adalah penyakit kronis yang juga sangat merugikan. Rasa takut  biasanya muncul jika seseorang kurang memahami suatu persoalan, kurang  mendapat informasi, tidak terbiasa bersikap praktis, atau memang karena  penyakit-penyakit psikologis seperti trauma masa lalu. Rasa takut yang  disebabkan oleh kurangnya pemahaman, informasi, atau kurangnya kebiasaan  bertindak relatif mudah diatasi. Tetapi rasa takut akibat trauma memang  tidak mudah dihilangkan. Walau begitu, menghilangkan rasa takut  benar-benar bisa dilatih. Orang bisa karena terbiasa. Demikian juga  orang bisa berani karena terbiasa. Jika ingin menjadi pribadi yang penuh  percaya diri dan berani, persulitlah munculnya rasa takut.
Nah, Anda bisa memperpanjang sendiri daftar hal-hal atau kebiasaan  negatif yang memang harus dipersulit kemunculannya dalam kehidupan  sehari-hari. Bahkan bukan sekedar dipersulit. Jika memungkinkan,  enyahkanlah hal-hal negatif tersebut. Kehidupan yang lebih efektif dan  bermanfaat sudah pasti bisa dinikmati. Selamat mempersulit hal-hal yang  tidak perlu dipermudah!
Sumber: Kalau Bisa Dipersulit Mengapa Dipermudah? oleh Edy Zaqeus
Kalau Bisa Dipersulit Mengapa Dipermudah ?
Posted By: Achmad Fauzi - 09.52
 Filled Under 
Motivasi
Pengembangan Diri
About Achmad Fauzi
Hi, I am Achmad Fauzi Ghazali. A webdesigner, blogspot developer and UI designer. I am a certified Themeforest top contributor and popular at JavaScript engineers. We have a team of geeks and professinal programmers, developers work together and make unique blogger templates.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar